Teman Kita Di Akhirat (Renungan)


"Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa."

Petikan ayat 67 surat az-Zukhruf (43) tersebut memberi informasi kejutan luar biasa yang niscaya terjadi di Hari Kemudian (Kiamat). Mereka yang selama hidup di dunia mengira telah menjalin pertemanan dengan banyak orang, sesungguhnya justru menggalang permusuhan besar-besaran. Persekutuan mesra (di dunia) berubah menjadi perseteruan sengit (di akhirat).

Para mufasir berpendapat, itu terjadi karena ikatan pertemanan mereka bukan didasari keimanan dan ketakwaan, melainkan oleh karena kejahatan, kezaliman, dan kesesatan. Mereka berlomba menjadi orang paling kuat dan paling berkuasa dalam kejahatan. Sebagian dari mereka menularkan kejahatan itu kepada sebagian yang lain.

Kejahatan, kezaliman, dan berbagai perilaku buruk menyebar bagai wabah yang makin lama menjangkiti banyak orang. Ketika kejahatan dianggap lumrah - dalam berbagai kasus malah terbukti mampu mengantar banyak orang ke puncak sukses - ia berubah menjadi hukum kebenaran. Bukankah potret sosial politik semacam itu dapat kita saksikan dengan mudah di sekitar kita sekarang? 

Kita tak perlu repot-repot menuggu hari kemudian itu datang untuk membuktikan kebenaran ayat di atas. Di panggung politik, misalnya, kita menyaksikan dengan gamblang pasangan calon pemimpin dan wakilnya yang berikrar setinggi langit di depan publik; "bersama kita bisa".

Belum tiga tahun berjalan setelah mereka dipilih rakyat, hubungan kedua tokoh itu tak lagi akur. Bahkan, akhirnya mereka tak lagi saling menyapa. Begitu pula orang-orang yang sekarang hangat diberitakan media massa saling tuding, seru berseteru, adalah mereka yang baru beberapa waktu lalu bersekutu.

Dalam petikan ayat Alquran di atas, digunakan kata al-akhilla' - jamak dari kata al-khalil (teman), bukan rafiq atau shohib yang juga berarti teman. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah mengartikan kata tersebut sebagai "teman akrab yang persahabatannya telah masuk ke relung hati masing-masing". Kata yang sama juga dipakai sebagai julukan pada Nabi Ibrahim AS; Khalilullah (teman akrab Allah) karena kekuatan iman dan takwa yang tak pudar oleh kepentingan proyek-proyek duniawi.

Para khalil itulah; teman-teman akrab di dunia dan akhirat dalam ikatan kuat iman dan takwa demi kepentingan abadi, yaitu ukhrawi. Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah SAW menegaskan bahwa salah satu dari tujuh golongan manusia yang tetap memperoleh naungan Allah sampai Hari Kemudian adalah "dua orang yang saling berbagi kasih karena Allah, mereka bersama demi karena Allah dan berpisah juga demi karena Allah." (HR Bukhari dan Muslim melalui Abu Hurairah). 

Mereka kelak akan duduk bersama dalam kereta cahaya memenuhi panggilan mesra Allah: "Masuklah ke surga, kamu beserta pasangan-pasangan kamu dalam keadaan selalu digembirakan (tuhbarun)." (QS az-Zuhruf [43]: 70).


0 komentar:

Posting Komentar

Berikan Ya Komentar Anda Untuk Blog Ini

Selasa, 03 Januari 2012

Teman Kita Di Akhirat (Renungan)


"Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa."

Petikan ayat 67 surat az-Zukhruf (43) tersebut memberi informasi kejutan luar biasa yang niscaya terjadi di Hari Kemudian (Kiamat). Mereka yang selama hidup di dunia mengira telah menjalin pertemanan dengan banyak orang, sesungguhnya justru menggalang permusuhan besar-besaran. Persekutuan mesra (di dunia) berubah menjadi perseteruan sengit (di akhirat).

Para mufasir berpendapat, itu terjadi karena ikatan pertemanan mereka bukan didasari keimanan dan ketakwaan, melainkan oleh karena kejahatan, kezaliman, dan kesesatan. Mereka berlomba menjadi orang paling kuat dan paling berkuasa dalam kejahatan. Sebagian dari mereka menularkan kejahatan itu kepada sebagian yang lain.

Kejahatan, kezaliman, dan berbagai perilaku buruk menyebar bagai wabah yang makin lama menjangkiti banyak orang. Ketika kejahatan dianggap lumrah - dalam berbagai kasus malah terbukti mampu mengantar banyak orang ke puncak sukses - ia berubah menjadi hukum kebenaran. Bukankah potret sosial politik semacam itu dapat kita saksikan dengan mudah di sekitar kita sekarang? 

Kita tak perlu repot-repot menuggu hari kemudian itu datang untuk membuktikan kebenaran ayat di atas. Di panggung politik, misalnya, kita menyaksikan dengan gamblang pasangan calon pemimpin dan wakilnya yang berikrar setinggi langit di depan publik; "bersama kita bisa".

Belum tiga tahun berjalan setelah mereka dipilih rakyat, hubungan kedua tokoh itu tak lagi akur. Bahkan, akhirnya mereka tak lagi saling menyapa. Begitu pula orang-orang yang sekarang hangat diberitakan media massa saling tuding, seru berseteru, adalah mereka yang baru beberapa waktu lalu bersekutu.

Dalam petikan ayat Alquran di atas, digunakan kata al-akhilla' - jamak dari kata al-khalil (teman), bukan rafiq atau shohib yang juga berarti teman. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah mengartikan kata tersebut sebagai "teman akrab yang persahabatannya telah masuk ke relung hati masing-masing". Kata yang sama juga dipakai sebagai julukan pada Nabi Ibrahim AS; Khalilullah (teman akrab Allah) karena kekuatan iman dan takwa yang tak pudar oleh kepentingan proyek-proyek duniawi.

Para khalil itulah; teman-teman akrab di dunia dan akhirat dalam ikatan kuat iman dan takwa demi kepentingan abadi, yaitu ukhrawi. Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah SAW menegaskan bahwa salah satu dari tujuh golongan manusia yang tetap memperoleh naungan Allah sampai Hari Kemudian adalah "dua orang yang saling berbagi kasih karena Allah, mereka bersama demi karena Allah dan berpisah juga demi karena Allah." (HR Bukhari dan Muslim melalui Abu Hurairah). 

Mereka kelak akan duduk bersama dalam kereta cahaya memenuhi panggilan mesra Allah: "Masuklah ke surga, kamu beserta pasangan-pasangan kamu dalam keadaan selalu digembirakan (tuhbarun)." (QS az-Zuhruf [43]: 70).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan Ya Komentar Anda Untuk Blog Ini